Jam
05.00 WITA, alarm berbunyi…
Tidak
terlalu susah bangun tidur pagi itu. Memang karena dari sekitar jam 03.00 pagi
sudah mulai terbangun, karena masih berpikir jam berapa baiknya menuju ke
Lolai. Kawatir terlambat sampai di Lolai.
Kamar
sebelah memang sudah bersiap pagi-pagi jauh sebelum saya berangkat menuju
Lolai.
Tepat
5.30 sepeda motor tanjap gass…
Belum
paham jelas lewat mana sebenarnya ke Lolai. Tapi bekal informasi dari petugas
sore malam sebelumnya cukup memberikan bayangan. Lewat jembatan dekat dengan Buntu Singki.
Buntu Singki |
Ditengah
perjalanan meragu, apakah jalan yang dilewati sudah benar atau tidak.
Sembari
mengisi bensin, saya bertanya ke penjual bensin eceran bagaimana mencapai
Lolai. Ternyata jalan yang saya lalui memang benar, namun si Bapak mengatakan
jika saya sudah cukup kesiangan untuk tiba di Lolai jika jam segini baru
berangkat.
Pagi
itu lumayan banyak mobil yang mengarah ke Lolai. Dengan jalanan yang cukup
sempit, saya berusaha menyalip setiap kendaraan yang ada di depan saya, karena
terbawa dari ucapan bapak penjual bensin sebelumnya.
Cukup
dingin untuk udara pagi di Toraja Utara saat itu, Maret 2018.
Ternyata
cukup dekat, Hotel Kartika 2 dengan Lolai, tidak sampai 45 menit.
Sudah
sangat ramai dengan pengunjung dan para Camping-ers pagi itu. Menurut saya,
saya tiba di jam yang tepat, tidak
terlalu pagi dan tidak terlalu siang.
Pagi
itu matahari belum muncul dari ufuk timur. Kata penjual disana, kabut akan
mulai menutupi Lolai mulai jam 07.00.
Rantepao
dan sekitarnya masih bisa terlihat jelas dari Lolai.
Ketika
matahari mulai menampakkan sinarnya, jepretan kamera mulai banyak mengabadikan
moment sunrise dari Lolai.
View
yang sangat indah, dari kejauhan nampak Tongkonan menghiasi alam Toraja dengan
kabut-kabut tipisnya, syahdu.
berpose di Lolai, negeri atas awan |
Dan
benar, mulai jam 07.00, kabut mulai menutupi Lolai, sedikit demi sedikit,
sehingga nampak Lolai seolah berada diatas awan, dengan hamparan awan putih dibawahnya
menutupi langit Toraja.
Memang
pantas Lolai di sebut Negeri di Atas Awan.
09.00,
saya kembali turun dari Lolai. Kembali ke hotel untuk sarapan dan mandi, dan
mempersiapkan perjalanan ke Ketekesu dan Kalimbuang Bori.
Selepas
Dzuhur, saya berangkat ke Ketekesu. Apa itu Ketekesu?
Ketekesu, dengan Tongkonannya |
Ketekesu
adalah objek wisata berjarak 4 KM tenggara Rantepao, cukup mudah mengakses
tempat ini. Keteseu dapat dibilang sebagai desa wisata, dengan ada dan
tradisional yang masih dapat dijumpai sampai saat ini. Berjejer Tongkonan megah
di sini, tidak jauh dari kompleks rumah adat ini, terdapat penginggalan masa
lampau, kuburan batu yang diperkirakan telah berusia 500 tahun lebih. Banyak
peti atau kubur batu dijumpai disini, baik yang menggantung di tebing atau di
dalam goa.
Tengkorak,
tulang belulang banyak berserak di peti kayu yang sudah melapuk.
Tulang belulang yang berserakan, dari peti yang sudah lapuk |
Cukup
menakutkan bagi siapa yang jarang melihat langsung tengkorak dan tulang
belulang manusia.
Kita
dapat menelusuri tangga sempit yang sepertinya mengelilingi bukit, dengan
tengkorak dan tulang belulang berada di samping tangga. Ada beberapa goa yang
sekarang sudah di buat pagar, agar tidak dapat diakses oleh pengunjung.
Jangan
sekali-kali menyentuh atau bahkan memindahkan tengkorak dan tulang belulang ya,
karena harus diadakan upacara adat untuk kegiatan ini.
Di
Ketekesu juga terdapat banyak kios kecil yang menjual cinderamata, baik
gantungan kunci, kain tenun, atau bahkan tas motif khas Toraja.
Menurut
saya, Ketekesu dengan Tongkonannya, adalah spot paling Instagramable di Toraja Utara. Keren.
Setelah
puas dengan berfoto berlatarbelakang Tongkonan, saya melanjutkan perjalanan ke
Kalimbunag Bori. Kalimbuang Bori terletak di Kecamatan Sesean Toraja Utara. Dengan
jalanan menelurusi perwasahan dengan jalan sempit. Sepeda motor yang saya
kendarai pun ikut meliuk-liuk mengikuti alur jalan yang dipinggirnya terdapat
sungai yang berair kecoklatan.
Sekilas tentang Kalimbuang Bori |
Spot
ini sangat menarik, karena mengingatkan saya pada Budaya Sumba Barat. Kembali
saya menemukan budaya Megalitik di Kalimbuang Bori. Menhir dengan jumlah banyak
bisa dijumpai dengan ukuran yang sedang hingga sangat besar. Dari penjelasan guide, terdapat 102 buah
menhir berbagai ukuran, 54 ukuran kecil, 24 ukuran sedang, dan 24 ukuran besar.
Apa
tujuan didirikannya Menhir-Menhir ini?
Menghormati
pemuka adat atau keluarga bangsawan. Tidak sembarang untuk mendirikan Menhir
ini, masyarakat harus mengadakan upacara adat terlebih dahulu. Untuk satu Menhir,
setidaknya 23 kerbau harus dikurbankan. Semakin tinggi Menhir yang didirikan,
semakin tinggi pula derajat kebangsawannannya.
Menhir-Menhir
ini dibuat dari batu utuh yang dipahat, sampai sekarang saya masih heran dari
mana asal batu dan bagaimana cara mengangkut dan mendirikannya? Dengan ukuran
sebesar itu.
Usut
punya usut, batu yang telah dipahat, akan ditarik dari tempat asalnya dipahat
hingga ke lokasi pendirian, dapat memakan waktu berbulan-bulan dan ratusan
orang. Hal yang mudah karena rasa persaudaraan dan kekeluargaan di Toraja yang
erat.
Mengabadikan Tongkonan di Kalimbuang Bori |
Tongkonan di Kalimbuang Bori |
Kalimbuang Bori |
Tidak
hanya Menhir di Kalimbuang Bori, tapi juga terdapat Tongkonan tua dan kubur
batu yang sangat besar.
Menelusuri
jalan setapak di hutan bambu, tiba-tiba saya dikejutkan dengan batu besar
berbentuk oval yang berlobang persegi sebagai peletakan jenazah. Liang Pa’,
sebuah kompleks kuburan kuno di Kalimbuang Bori.
Liang Pa', dengan lobang-lobang untuk jenazah |
Ada
banyak lobang di batu besar berbentuk oval ini, konon, satu lobang ini
dikhususkan untuk satu keluarga. Terlihat di salah satu lobang yang pintunya
sudah tidak ada, tumpukan tengkorak dan tulang belulang berserakan, di tengah
hutan bambu, seram dan sangat mistis.
Cukup
lama saya berada di Kalimbuang Bori, sekitar 2 jam saya berada disini, dengan
kekaguman akan Menhir-Menhir dan kuburan batu besar ini.
Hari
sudah semakin sore, saat tiba di Rantepao. Saya mampir ke toko oleh-oleh di
kompleks pertokoan, membeli kopi khas Toraja, yang baunya sangat menggoda.
malam
kedua saya gunakan untuk beristirahat dan packing
untuk esok hari, karena jam 08.00 sudah harus kembali ke Makassar.
Hari
ketiga di Rantepao, dengan perasaan cukup puas meski sebenarnya masih banyak
destinasi yang belum tereksplor, tapi perjalanan selama 2 hari kemarin cukup
membuka wawasan bahwa Toraja memang unik dengan adat istiadatnya, oiyaa.. untuk
harga tiket masuk di Lolai, Ketekesu dan Kalimbuang Bori adalah IDR 15K, cukup
murah untuk sebuah destinasi keren dan unik.
Duuh…
ketika mau mengembalikan sepeda motor yang saya pinjam, ternyata ban
belakangnya bocor, mencari tempat tambal ban dan bensin di hari Paskah di
Rantepao adalah suatu hal yang sangat sulit karena penduduknya berangkat ke
Gereja untuk beribadah. Dengan sangat terpaksa saya kembalikan sepeda motor ke
Novita dengan kondisi ban kempes dan bensin yang minim, ahh.. sudah merepotkan
tambah bikin susah lagi... maafkan saya ya Nov…
follow
IG for more photos:
@andrants