Sabtu, 30 November 2019

Pangalengan: Sisi Selatan “Bandung” yang Menyimpan Indah dan Misteri





“Sudah mau sampai nih Bro”
WA teman saya yang 2 jam lalu berangkat dari Jakarta. Memang Sabtu adalah pilihan sulit bagi yang mau menuju Puncak.
Posisi saya di Ciawi, persis exit toll arah Puncak.


Berawal dari WA iseng malam sebelumnya, teman saya yang tinggal di Jakarta mengajak ke Pangalengan. Sesuatu yang mendadak, antara mau iya atai tidak.
Tapi karena dia mau menjemput saya di Bogor, saya iyakan setelah satu jam lebih WA nya pending saya jawab.

Sabtu siang kami meluncur ke Pangalengan, via Cipularang. Pilihan terbaik daripada lewat Puncak yang tentu saja akan sangat macet, meski via Cipularang bisa dibilang memutar, namun malah lebih singkat untuk bisa mencapai Pangalengan sebelum malam.

Seperti biasa, Cikampek selalu macet, karena pembangunan toll melayang yang belum selesai.

Setelah Cipularang, lalu lintas toll bisa dibilang lancer. Sampai dengan exit toll Soreang di Kabupaten Bandung, sekitar pukul 17.00. Ini kali pertama bagi saya ke Pangalengan.


Kami sampai di Pangalengan hamper jam 19.00. Dan langsung menuju penginapan sederhana yang telah teman saya pesan. Shinta Corner Ranch. Sedikit ada miss masalah kamar, karena apa yang sudah dibook tidak sama dengan yang dipesan via aplikasi Traveloka. Meski diupgrade ke kamar yang lebih luas, namun bentuk kamar yang bisa dibilang bungalow, tidak sebagus dari yang dipilih diaplikasi. Yasudah lah. Karena memang tidak ada kamar lagi.
 
Kami sampai di Hotel, hanya ada 3 kamar 
View kamar di pagi hari
View dari kamar yang kami dapatkan, family room.

Setelah unpack dan mandi, tentu saja kami mencari makan malam yang khas di Pangalengan. Tidak banyak memang. Namun ada kuliner malam yang katanya enak menurut google. Sate Pangalengan. Di warung Sate Paris kami memesan seporsi sate kambing dan gule kambing. Cukup untuk mengisi perut dan sedikit menghangatkan badan dengan teh tawar yang diberikan gratis.

Sebenarnya apa yang akan kami cari di Pangalengan? Kenapa tidak ke Kota Bandung saja yang lebih binger dengan kehidupan hedon?!
Jawabannya karena kami memang terlalu menyukai alam.
Lagi-lagi karena Instagram, postingan tentang Perkebunan Teh di Pangalengan yang tentu saja berhasil menarik kami untuk mengunjungi.
Tujuan kami tidak banyak, karena memang waktu yang tidak lama. Cukul Sunrise Point adalah yang akan kami datangi besok pagi. Dengan catatan bisa bangun pagi… hahahah…
Cuma itu? Tentu saja tidak. Kami juga akan mampir ke Situ Cilenca, situ yang lumayan bagus di Instagram, lebih-lebih jika pagi dan bawa drone, barang yang belum kami punyai.
Keun Teh Malabar juga masuk dalam list kami. Kok kebun teh lagi? Ternyata bukan itu tujuan  kami. Tepatnya adalah Rumah Pengabdi Setan. Bagi yang pernah nonton Film Horor 1983 dengan judul yang sama yang telah diremake oleh Joko Anwar di tahun 2017, pasti akan tahu seramnya rumah ini.
Terakhir adalah Malabar Coffee, dengan kopi luwaknya yang difavoritkan.


pagi itu saya sudah bangun jam 05.00. tapi teman saya mungkin kecapean karena belum juga bangun. Rencana untuk melihat sunrise sepertinya gagal.
06.00 kami baru berangkat menuju Cukul. Sekitar perjalan 45 menit dari hotel. Tentu saja bermodal google maps.
Sampai di Cukul Sunrise Point ternyata sudah ramai pengunjung. Parkiran sudah lumayan ramai.
Cukul Sunrise Point

Dengan berjalan sekitar 200 meter dengan jalanan berbatu, kami menuju Cukul point. Dengan HTM IDR10.000/orang, kita bisa menikmati lekukan pegunungan di selatan Bandung yang cantik dengan kabutnya yang masih menyelimut sembari sinar matahari naik dari titik terbitnya.
Banyak yang mendirikan tenda disini, sepertinya mereka camping dari malam sebelumnya. Ada juga memanfaatkan pagi yang sahdu dengan mengambil foto preweding.
Ada beberapa warung disini, yang menyediakan kopi, gorengan dan cemilan lain. Tidak perlu kawatir jika belum sarapan sebelumnya.
Sunrisenya sudah lewat

 
ada yang foto prewed
Sejuk liatnya...

Santai di hammcok...

Ada yang menarik dari Cukul Sunrise Point ini, karena bersebalahan dengan sebuah danau kecil yang diseberangnya terdapat vila yang cantik, bergaya eropa. Menarik perhatian saya dan mencoba menanyakan tentang villa tersebut ke tukang parkir dan google.
Sebuah villa yang ternyata dimiliki oleh PT. Sosro, perusahan minuman teh besar di negeri ini. Info yang saya dapat dari google, villa ini ternyata angker. Karena dulu pernah terjadi pembantaian di villa tersebut, pernah rusak terkena gempa dan telah direnovasi kembali.
Penasaran dengan villa tersebut, kami mencoba kesana, dan ternyata tidka diperbolehkan mengambil foto apalagi masuk. Dengan mencuri-curi foto dari kejauhan, keindahan villa ini bisa saya abadikan.
Danau sebelah Cukul Sunrise Point

 
Villa Sosro dari kejauhan

Villa Sosro dari dekat

Karena hari mulai panas, kami putuskan untuk kembali ke Hotel. Karena melewati Situ Cilenca, kami sempatkan mampir. Tidak lama kami disini, karena ternyata airnya surut, karena musim kemarau, yang tentu saja mengurangi keindahan dari situ ini.

Sekitar jam 09.00, kami sudah sampai di hotel kembali. Mandi dan kembali packing untuk cek out dan menuju ke Kebun Teh Malabar. Tidak jauh dari tempat kami menginap.
“Rumah Pengabdi Setan”, saya ketikkan di google maps.memang tidak jauh.
Rumah Pengabdi Setan

Sesampainya disana, kesan angker memang terasa. Meski sebenarnya, perkebunn teh Malabar cukup ramai. Bahkan rumah ini dekat dengan permandian air panas dan pemukiman penduduk.
Sudah ada empat orang yang sedang berkunjung di rumah ini. Dan seorang penjaga yang saya lupa namanya. Masuk di dalam rumah langsung disambut oleh foto “Ibu”. Ibu yang dalam film Pengabdi Setan adalah penganut ilm hitam yang menjadikan anaknya sebagai tumbal di umur ke tujuh tahun.
Ibu

Penjaga rumah mengatakan bahwa rumah ini dulunya adalah rumah dinas dari kepala HRD PTPN VIII, yang pada tahun 2017 rumahnya disewa untuk pembuatan film Pengabdi Setan. Pada saat ptoses shooting, penghuni masih tinggal di rumah tersebut sedangkan pengambilan film tetap berjalan.
Entah kenapa akhirnya penghuni pindah ke rumah lain, mungkin karena kurang bebas dalam melakukan kegiatan di rumah.
Penjaga rumah menuturkan bahwa, sebelum proses shooting dimulai, memang didatangkan makhluk halus di rumah tersebut agar kesan angkernya lebih dramatis. Namun sampai dengan selesanya proses pembuatan film, pihak pembuat film tidak mengembalikan makhluk halus tersebut kembali ke asalnya.
Setelah pengambilan film selesai, pemilik rumah kembali menempati rumah tersebut. Namun merasa ada sesuatu hal yang aneh, penghuni memutuskan untuk meninggalkan rumah tersebut. Kini rumah tersebut menjadi tujuan orang yang penasaran, termasuk beberapa Youtuber hantu yang beberapa kali dating malam hari untuk mencari penampakan.  Sering terjadi kerasukan di rumah tersebut pada malam hari, kata penjaga rumah.
Bergaya khas Eropa. Lengkap dengan cerobong asap.
Sudut rumah
Berada di loteng rumah

saya juga memasuki kamar Ibu. Kamar dimana Ibu terbaring sakit dan menggunakan lonceng jika memanggil anaknya. Di scene film, kamar ini sungguh menakutkan.
di Kamar Ibu

Bagian paling angker, berada di bekas sumur, di belakang rumah, yang pintu selalu tertutup. Saya meminta penjaga rumah untuk mengantar saya melihat isinya. Memang seram. Di film, disinila muncul kepala manusia, pocong, dan nenek yang tecebur ke dalam sumur.
 
Rumah bagian belakang dengan bekas sumurnya.
Tidak berlama di Rumah Pengababdi Setan, kami melanjutkan ke Malabar Coffee, menulusuri perkebunan teh, yang hijau, jalan berkelok, dihiasi rumah-rumah tua bergaya Eropa, yang di dalam benak saya pasti berhantu.

Sekitar 30 menit perjalanan, kami sampai di Malabar Coffee. Sebuah tempat coffe yang unik, tidak terlalu mewah, dan mempunyai beberapa kandang luwak.
Saya tentu saja memesan kopi luwal. Hanya IDR 30.000. sebagai bukan penikmat kopi, saya tidak bisa menilai enak atau tidak, namun memang rasanya berbeda dengan kopi sachet yang dijual umum, sedikit asam namun enak.
 
Macam kopi di Coffee Malabar
Tidak bisa berlama-lama, dan tentu saja perut sudah lapar. Rumah Makan Tangek, rekomendasi tempat makan di perjalanan pulang. Rumah makan khas Sunda yang tentu saja bisa memanjakan lidah.
 
RM Tangek, khas Sunda

Sederhana namun enak
Jam 13.00, kami kembali ke Bogor, via Cipularang tentu saja.
Trip singkat ke Pangalengan. Ingat, Pangalengan tidak hanya pengolahan susu, tapi juga alam yang indah.


Catatan:
Entah kenapa, disana dan sekembali dari Pangalengan, ada beberapa hal yang aneh.
ah mungkin bukan karena hantu Rumah Pengabdi Setan.




Follow IG: @andrants