Terasering Panyaweuan Argapura.
Majalengka, 19 Januari 2019
“Informasi awal sudah didapat, jadi modal saya kesana dengan membawa mobil.
Setelah mengisi perut dengan sop kaki kambing di bilangan Bekasi, jam 21.30 WIB saya arahkan mobil menuju toll cikampek.
Waktu pas ke Panyaweuan adalah pagi hari atau sore hari, karena siang sinar matahari begitu terik. Dan bulan yang pas adalah pas musim penghujan, seperti bulan Januari ini. Musim kemarau di bulan September, Panyaweuan adalah ladang yang kosong tanpa tanaman bawang.”
Sebenarnya badan sudah terasa ingin beristirahat. Ngantuk dan ingin rebahan saja, lanjut merem tentunya. Tapi trip ke Argapura sudah beberapa hari lalu direncanakan. Terasering Panyaweuan. Akhir-akhir ini memang sedang hits, ramai jadi perbincangan pemburu foto di instagram.
Dengan
bekal mesin pencarian google, saya mencari informasi dimana lokasi dan cara kesananya. Ada banyak tulisan dari teman bloger yang sudah kesana. Oke, Terasering Panyaweuan, Kecamatan Argapura, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat, kesana!!!
Poin
penting berkunjung ke Panyaweuan adalah hati-hati di jalanan Argapura menuju Panyaweuan. Ada yang menyebut jalan menuju
Panyaweuyan relatif susah, hanya bica dicapai dengan kendaraan pribadi atau
angkutan umum dari terminal Maja. Bagi kendaraan pribadi, harus dengan kondisi
yang fit dan skill pengemudi yang mahir pula. Karena jalan menuju kesana yang
sempit dan berjurang di salah satu sisi. Tidak ada ojek menuju kesana.
...
Sudah
3 tahun ini memang Toll Cikampek selalu padat cenderung macet, karena
pembangunan LRT yang saya juga tidak tahu kapan sampai selesainya. Exit dari
Toll Cikampek sekitar pukul 23.00 WIB, perjalanan dilanjutkan dengan memasuki Toll Cipali.
Saya
putuskan untuk beristirahat di Rest Area Toll Cipali KM 102. Kembali saya cek rute dan lama dari Rest Area
Toll Cipali KM 102 ke Panyaweuan. 2,5 jam. Jika sampai sana harus sebelum
matahari terbit, harus start kembali paling lambat jam 03.00 WIB.
Lumayan
bisa istirahat minimal 2 jam.
Alarm
berbunyi tepat jam 02.30 WIB. Bergegas cuci muka, tidak lupa sholat tahajjud
dulu, lumayan sudah tidur, dan berdoa agar perjalanan selalu lancar.
Dini
hari memang waktu yang tepat di Toll Cipali, jalanan yang lengang, bisa memacu
kendaraan lebih dari 100 Km/jam.
Waze
kembali memberi arahan bahwa harus keluar di Exit Toll menuju Bandara
Kertajati. Saya lupa nama exit tollnya, yang jelas menuju Bandara Kertajati.
Jam
menunjukkan pukul 04.45 WIB. Lumayan cepat memang dari Rest Area Toll Cipali KM 102. Keluar toll Cipali, jalan menuju Majalengka cukup gelap. Sampai nanti akan
bertemu dengan jalan dua arah yang terpisah pembatas jalan yang mulai ramai dan
tentu sudah tidak gelap lagi karena lampu penerangan sudah mulai ada.
Kecamatan
Maja, seperti yang saya baca di google, sebelum sampai di Argapura, harus
melewati Kecamatan ini, melewati Alun-Alun Maja, ada sebuah masjid di depannya,
pas dengan waktu subuh di Majalengka.
Namun
saya tetap melanjutkan laju mobil, sampai akhirnya sampai di sebuah desa yang
saya tidak tahu namanya, saya berhentikan mobil di sebuah masjid. Setelah
sholat subuh, saya mencoba bertanya kepada nenek penjual serabi di dekat masjid
mengenai lokasi Panyaweuan.
“Sudah
dekat A', sekitar 5 km ke arah sana” dengan bahasa campur Sunda yang pastinya saya tidak paham.
Kembali
saya menanyakan hal yang sama dengan pria paruh baya, karena informasi yang
saya dapat dari google, lebih aman menggunakan angkutan umum karena kondisi
jalan yang cukup sulit.
“Mobil
bisa naik kok mas, tapi ada beberapa tikungan S yang harus berhat-hati. Tidak ada
angkutan umum kesana.”
Ternyata
bisa dibilang sulit mendapati angkutan umum ke Panyaweuan. Dengan yakin kondisi
mobil yang fit dan mental yang siap, saya memberanikan untuk membawa naik mobil matic naik ke Panyaweuan. Dan
memang, jalan yang ditemui sempit, menanjak dan gelap. Gigi yang dipakai selalu
D2 karena memang jalanan yang menanjak. Sesekali berpapasan dengan mobil dan
truk. Cukup sempit memang, tidak lebih dari 2,5 meter.
Tidak butuh waktu lama, Alhamdulillah,
sampai juga akhirnya di Panyaweuan, Puncak dari Kecamatan Argapura. Sepanjang
mata melihat, terasering semuanya dengan tanaman bawang merahnya. Beberapa
sudut, petani-petani sibuk dengan kegiatan bertaninya, entah panen, menyemprot,
atau sekedar menyiangi tanaman.
Tanaman
bawang merah berjejer rapi, sangat indah dari kejauhan. Ternyata pagi itu sudah
ramai oleh fotographer, sekitar 14 orang berkamera professional membidikkan
lensa telenya, mengarahkan ke petani yang sedang beraktifitas. Ada juga yang
menerbangkan drone, mencari sudut paling kece untuk di ambil gambarnya.
Pengunjung
bisa menaiki bukit, yang saya kira adalah titik paling tinggi di Panyaweuan.
Dengan membayar IDR 5000, pengunjung bisa menikmati titik tertinggi Panyaweuan.
Ingat ya, jangan memasuki ladang yang memang khusus untuk petani. Meskipun
sudah dipagari, namun tetap saja ada pengunjung yang nekat melewati pagar.
Bukan untuk ditiru, jangan merusak tanaman bawang yang sudah dirawat
hati-hati oleh petani, dan ingat tanaman bawang adalah sumber penghasilan bagi
petani di Panyaweuan.
Puas
menikmati dan meng-capture keindahan Panyaweuan, saya kembali ke parkiran
semula, dengan berjalan kaki, dan mampir ke warung sederhana milik warga Panyaweuan, memesan mie
rebus, karena memang perut sudah mulai lapar.
“Curug
Muara Jaya”, ada arah panah menuju ke curug, rasa penasaran saya mumcul. Bertanya kepada
ibu penjual mie rebus, ternyata tidak jauh, dan curug mempunyai 2 air terjun
kecil dan besar. Sepertinya agak ragu menuju kesana dengan membawa mobil,
karena jalanan yang curam, berkelok dan sempit. Si ibu penjual mie menawarkan
untuk menyewa motornya kepada saya. IDR 50.000. Yamaha X-Ride, kuat gak nih?
Hehehe…
Ternyata cukup
mudah mencapai Curug Muara Jaya, sampai disana, masih sepi. Dengan tiket masuk
IDR 15.000/orang, lumayan mahal menurut saya, karena wisata curug di Banyumas
hanya mematok tiket masuk IDR 5000-10.000 saja.
Dengan
sekitar 500an buah anak tangga, pengunjung akan disambut dengan air terjun yang
tidak terlalu besar, namun dengan kolam yang cukup untuk bisa mandi-mandi dan
berenang. Dengan naik beberapa tangga dari air terjun pertama, air terjun
utama, yang dari tangga kejauahan terlihat, kita akan menemui Curug Muara Jaya
yang mempunyai tinggi kurang lebih 30 meter.
Air
segar dan bening, pelangi samar yang terbentuk karena partikel kecil air yang
terbawa angin. Jangan lupa untuk membasuh muka dengan air curug ini, segar
pastinya.
Di
jalan kembali ke parkiran, tampak ibu-ibu petani yang sedang memanen bawang,
sangat ramah menyapa para pengunjung curug muara jaya.
Jam
sudah menunjukkan pukul 10.30 WIB, sudah saatnya turun dari Argapura. Perut
sudah keroncongan, saya arahkan mobil ke Cirebon, biar perut diisi dengan yang
enak-enak… Empal genthong, sego jamblang dan tahu gejrot.
Selamat
merencanakan trip asik!
@andrants
Tidak ada komentar:
Posting Komentar