Agustus, 2018
“Waktu itu, Kakak saya meminta tolong untuk
membawa pulang mobilnya dari Tangerang ke Magelang. Tentu saja siap bagi saya yang
memang suka berkendara jauh”
Jam
20.30 WIB, saya tiba di Bandara Soekarna Hatta, setelah dua jam penerbangan
dari Makassar. Cukup melelahkan, dan ngantuk. Tapi perjalanan masih panjang.
Tangerang – Magelang, via darat. Sekitar 560 KM, atau 12 jam dengan berkendara
kecepatan wajar. Masih ada 3 hari sebelum Prambanan Jazz hari terakhir. Saya
harus tiba minggu siang di Magelang, dan minggu malam di Prambanan.
Tentu
saja akan tidak berkesan jika hanya membawa mobil pulang begitu saja. Memang
sebelum berangkat ke Tangerang, sudah terpikir akan mampir dimana. Bulan
Agustus, saat itu sedang viral pemberitaan adanya “embun upas” di Dataran
Tinggi Dieng. Apa itu embun upas? Embun upas adalah titik air di pagi hari yang
membeku, embun racun bagi tanaman di Dataran Tinggi Dieng. Merusak tanaman
petani, namun merupakan daya tarik bagi wisatawan.
…
Jam
22.00, mobil sudah saya ambil di bilangan Kota Tangerang, menelusuri Jalan Daan
Mogot, dan masuk toll dalam kota mengarah ke Cawang Lanjut Cikampek. Sudah beberapa
kali saya berkendara sendiri Jakarta-Magelang, jadi tidak kaget dengan kondisi
jalanan dan macetnya Cikampek. Melewati toll JORR diatas jam 23.00 adalah
tepat, kendaraan dapat dipacu diatas 100KM/jam. Namun ternyata tetap tersendat
di toll Cikampek, ya kemacetan yang tidak kunjung usai meski dini hari.
Sekitar
jam 01.30 dini hari, sampailah di Rest Area 102 Toll Cipali. Tempat favorit
saya untuk beristirahat. Lumayan dapat beristirahat selama 3 jam, setelah
sholat subuh perjalanan saya lanjutkan kembali. Perjalanan subuh dari Jakarta
merupakan perjalanan yang menakjubkan, dengan hiasan matahari terbit dari ufuk
timur.
Mentari terbit dari ufuk timur, Toll Cipali |
Tidak
memerlukan waktu lama untuk sampai exit toll Brebes Barat. Namun terkendala
macet total selama 4 jam di daerah sebelum masuk Banyumas, karena adanya
kampanye yang memakan jalan. Terpaksa saya mencari jalur lain melewati Guci
Tegal, cukup memutar jauh.
Memutar mengeliling Gunung Slamet, dari Brebes ke Purbalingga |
Sampai
akhirnya tiba di Alun-Alun Wonosobo jam 17.30. Dengan cuaca mendung, tiba-tiba
jadi ragu untuk meneruskan perjalanan ke Dieng. Mencoba berpikir dan menghitung
jarak, dan masih dipusingkan dengan penginapan yang belum dipesan. Melihat
perjalanan hanya memakan 1 jam lagi, niat itu kembali muncul. Sudah bawa kamera
berat, tapi batal ke Dieng? Ah sayang sekali.
Langsung
tancap gass saja.
Jam
19.30 saya tiba di Dieng. Tani Jiwo, sebuah penginapan yang sebelumnya saya
sudah pernah menginap disini, dengan rate
dormitory room yang hanya 150K. sayang, full oleh tamu yang memang hari
itu, Dieng ramai sekali, karena memang dari Juli, sejak munculnya embun es,
Dieng ramai dikunjungi wisatawan. Seadanya saja, yang penting ada tempat
beristirahat dan cukup hangat untuk suhu Dieng yang memang sangat dingin di
bulan Agustus. Akhirnya penginapan seharga IDR 250K/malam, dengan kondisi yang…,
lumayan buat bisa istirahat, dan mempunyai air panas tentunya.
Ternyata
setelah meluruskan kaki setelah perjalanan 18 jam, tidak bisa tidur juga.
Penasaran dengan kondisi luar, sekitar jam 03.00 saya keluar penginapan,
melihat atas mobil. Sangat dingin diluar, kap mobil sudah berlapis es tipis.
“wow…
ini amazing!! Embun es di tanah Jawa”
lapisan es tipis diatas kap mobil, sekitar pukul 02.30 pagi. |
Tidak
rugi pegal kaki untuk mencapai Dieng. Tapi belum sampai disini, jam 05.00 saya
harus sudah sampai di Komplek Candi Arjuna, dimana embun-embun es banyak
berubah menjadi es, karena kompleks Candi Arjuna mirip cekungan yang
dikelilingi pegunungan, sehingga membuatnya bersuhu sangat dingin.
Komplek Candi Arjuna dari kejauhan, berada di cekungan, dan barisan pegunungan Dieng |
Selepas
sholat subuh, saya menuju ke Komplek Candi Arjuna, ternyata matahari sudah
dahulu muncul, dan sudah ramai pengunjung yang sibuk dengan kameranya.
Rerumputan
di Komplek Candi Arjuna berubah keputihan karena embun yang berubah menjadi
butiran halus es, dengan rumput yang sudah kecoklatan karena mati dengan suhu
ekstem. Suhu di pagi hari mencapai 0°-2°C. Tidak hanya cukup dingin, tapi
sangat dingin, bagi saya yang tidak pernah merasakan suhu sedingin ini
sebelumnya.
es tipis yang menempel di dedaunan |
sampai dengan jam 07.00, butiran es belum mencair |
…
Golden Hours di Dieng adalah sebuah jawaban bagi
penikmat pagi, dengan sunrise berwarna emasnya. Titik paling memukau, menurut
saya, adalah dari atas big font bertulis “DIENG BANJARNEGARA”, diatas museum
dan sedikit melewati lahan perkebunan kentang petani. Hanya ijin kepada petugas
saja untuk masuk area ini. Dari sini, Candi Arjuna terlihat dari atas,
dibentengi oleh Pegunungan Dieng yang kokoh kebiruan.
Komplek Candi Arjuna |
Museum dekat Candi Gatotkaca |
Jika kalian
ingin mengunjungi Dieng dengan embun es nya, jadwalkan perjalanan ke Dieng pada
bulan Juli-Agustus. Jangan lupa dengan kondisi badan yang fit, dan jaket tebal.
Jika kondisi badan prima, bisa memilih short trip ke Bukit Sikunir untuk
melihat sunrise dari sela gunung Sindoro, perlu diketahui Sunrise Bukti Sikunir
adalah spot strategis, terbaik dan terindah se-Asia Tenggara (menurut google sih begitu). Anda juga dapat mengunjungi desa tertinggi di
pulau Jawa, Desa Sembungan, dengan ketinggian 2.263 MDPL.
di perjalanan turun, dari Dieng ke Wonosobo |
view dari Jalan Dieng-Wonosobo |
…
Jam 09.00,
saya putuskan untuk turun dari Dataran Tinggi Dieng, karena malam hari saya
harus sudah berada di Candi Prambanan untuk melihat Prambanan Jazz Festival.
Dieng, trip
“colongan” yang sungguh berkesan.
@andrants
*semua foto dari jepretan sendiri.